Bismillahirrahmanirrahim
Assalaamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh
Sebagai
arsitek yang berniat menghancurkan pemuda muslim, Zweimmer sadar bahwa
memurtadkan kaum muslimin bukanlah perkadara mudah. Jangankan
memurtadkan, meminta kaum muslimin untuk tidak meyakini Al Qur’an saja
hanya bisa menjadi mimpi bagi Yahudi.
Namun, Zweimmer bukanlah
pendeta biasa. Dia sudah dilatih bagaimana menghancurkan kaum muslimin
secara sistematis. Dalam penantiannya, dia begitu telaten dan gigih
menyiapkan jurus ampuh menaklukan bangsa terbesar di dunia ini.
Hingga
kemudian Evangelis asal Amerika Serikat ini berpendapat: jika
memurtadkan kaum muslimin adalah langkah sulit, maka menjauhkan umat
Islam dari ajaran agamanya bukanlah hal yang mustahil bagi barat.
Boleh seorang muslim berKTP Islam, tapi otaknya mengikuti Yahudi. Boleh namanya Ahmad tapi pikirannya mengikuti nafsu sesaat.
Menariknya,
alat ampuh yang diciptakan Zweimmer bukanlah roket dan rudal. Bukan
pula senjata dan basoka, tapi nafsu jelata dan invasi budaya.
Target
awal yang harus ditaklukan Yahudi adalah wanita. Mengapa? Karena
Wanita adalah pewaris generasi, pelahir mujahid rabbani. Tak heran
Muhammad Quthb pernah mengeluarkan kalimat monumentalnya.
Seorang
anak yang rusak masih bisa menjadi baik asal ia pernah mendapatkan
pengasuhan seorang ibu yang baik. Sebaliknya, seorang ibu yang rusak
akhlaknya, hanya akan melahirkan generasi yang rusak pula akhlaknya.
Itulah mengapa yang dihancurkan pertama kali oleh Yahudi adalah wanita.
Kini,
siapa sangka, 80 tahun setelah Zweimmer menancapkan proyeknya, kaum
muslimin perlahan-lahan mulai melepaskan budayanya. Tak sedikit
satu-dua remaja yang hancur kehidupannya di masa muda. Mereka lebih
mengenal budaya luar, daripada agamanya.
Siapa sangka, demi
menyambut Valentine para wanita rela menggadaikan kehormatannya. Bagi
mereka, Valentine adalah hari raya yang wajib dirayakan. Jika tidak,
maka menjadi kuno dan ketinggalan tren global. Padahal tren global yang
dimau Barat adalah beralihnya seorang muslim mengikuti jejak Kristen
maupun Yahudi
Pada tahun 496 M, misalnya, Paus Gelasius
I secara jelas memasukkan upacara ritual Romawi kuno ke dalam agama
Nasrani yang sejak itu resmi bernama Valentine’s Day.
The Encyclopedia Britania, vol. 12, sub judul Chistianity, menulis:
“Agar
lebih mendekatkan lagi kepada ajaran Kristen, pada 496 M Paus Gelasius
I menjadikan upacara Romawi Kuno ini menjadi hari perayaan gereja
dengan nama Saint Valentine’s Day untuk menghormati St. Valentine yang
kebetulan mati pada 14 Februari (The World Encylopedia 1998). Nama
Valentinus di duga merujuk pada tiga martir atau santo (orang suci)
yang berbeda yaitu Pastur di Roma, Uskup Interamna (modern Terni), dan
Martir di provinsi Romawi Afrika
Jadi jelas kemana arah Valentine.
Dari sinilah kita teringat firman Allah dalam Surat Al Baqarah 120
bahwa, “Orang-orang Yahudi tidak akan pernah ridha dan tidak pula
orang-orang Nashara selamanya sampai kiamat akan terus berusaha
mempengaruhi kita hingga kita betul-betul masuk dalam milah (prinsip
hidup) mereka”. Menariknya, Allah di sini memakai kata-kata “millah”, bukan “Dien”.
Apakah yang dimaksud millah? Tidak lain sebagai gaya hidup, tata cara, style, pola pergaulan, dan lain sebagainya.
Tepatlah sabda Rasulullah,
“Kelak Kamu akan mengikuti perilaku orang-orang sebelum kamu sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, sehingga kalau mereka masuk ke lubang biawak pun kamu ikut memasukinya.” Para sahabat lantas bertanya, “Apakah yang anda maksud orang-orang Yahudi dan Nasrani, ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Siapa lagi (kalau bukan mereka)?”
(HR Bukhary).
“Kelak Kamu akan mengikuti perilaku orang-orang sebelum kamu sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, sehingga kalau mereka masuk ke lubang biawak pun kamu ikut memasukinya.” Para sahabat lantas bertanya, “Apakah yang anda maksud orang-orang Yahudi dan Nasrani, ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Siapa lagi (kalau bukan mereka)?”
(HR Bukhary).
Tentu
kita tidak bisa berdiam diri. Bangkit dan bergerak adalah sebuah
keharusan. Belum ada kata terlambat untuk membina para remaja muslim.
Bahwa selain invasi dari luar, kita juga harus melakukan intropeksi
sejauh mana dakwah kita menyentuh para pemuda.
Semoga
kampanye “I am muslim No #ValentinesDay” yang kini dilakukan para
pemuda muslim dapat menyentak semangat kita untuk bangkit. Sekali lagi,
belum ada kata terlambat untuk berubah.
[rn/Islampos]
Wallahu'alam bissawab
Alhamdulillahirabbil'alamin
Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Saya setuju!
BalasHapus