Sabtu, 09 Agustus 2014

BERLATIH maka ia menjadi BISA


Bismillahirrahmanirrahim

Sebetulnya TAHU itu tidak identik BISA
FAHAM juga tidak identik BISA
bahkan BISA juga tidak identik MAU melakukan

Informasi membuat kita jadi TAHU
tapi tidak cukup untuk MERUBAH

Mulailah BELAJAR sungguh-sungguh
sehingga ketingkat FAHAM,
Tingkat selanjutnya adalah MUJAHADAH/berlatih dengan giat
dan sungguh-sungguh sehingga menjadi BISA

Orang tahu naik sepeda tapi tidak identik bisa naik sepeda
tapi jika ia terus BERLATIH  maka ia menjadi BISA
 
( Abdullah Gymnastiar )

https://www.facebook.com/groups/bijaks/







Jumat, 08 Agustus 2014

Tanda seseorang itu diberkahi Allah?


Bismillahirrahmanirrahim

Subhanallah yang mengetahuinya hanya Allah, tetapi tanda tanda bisa diketahui,

1. Taubatnya sungguh sungguh dan tidak pernah ma'siyat lagi padahal sebelumnya hidupnya dalam     kumbangan lumpur ma'siyat,
2. Senangnya dg ibadah dan amal sholeh, seperti, tahajjud, dhuha, berjamaah di mesjid dsb,
3. Takut sekali ma'siyat,
4. Senangnya shilaturrahm dan dengar nasehat Ulama dan orang sholeh.,
5. Akhlaknya pun menjadi mulia terutama sifat dermawan dan rendah hati,
6. Setiap kesulitan dan masalahnya pasti menjadi hikmah krn sifat baik sangka,
7. Allah wafatkan sementara lisan menyebut Asma Allah...aamiin.

Ustadz Arifin Ilham


" JANGAN MAU JADI REBUTAN BANYAK LELAKI "

Bismillahirrahmanirrahim

Jangan ingin dipandang cantik oleh banyak lelaki.
Tapi inginkanlah dipandang cantik di mata suamimu nanti.

Jangan ingin menjadi wanita idaman banyak lelaki.
Tapi inginkanlah menjadi wanita idaman suamimu sendiri.

Jangan merasa bangga jika menjadi rebutan banyak lelaki.
Tapi banggalah jika selalu menjadi pujaan hati suamimu sendiri.

Jangan biarkan dirimu tebar pesona kepada banyak lelaki.
Jangan biarkan dirimu memberi harapan dan janji-janji kepada banyak lelaki.
Karena pada akahirnya engkau akan menjadi penyebab kecewanya banyak lelaki.

Kelak jika engkau telah bersuami..

kau harus pandai menundukkan pandangan pada banyak lelaki.
Agar suamimu pun menundukkan pandangan pada wanita selain dirimu.

kau harus pandai memperbaiki diri sebaik-baiknya.
kau harus pandai menghias kecantikan akhlakmu dengan sebaik-baiknya.
Karena itulah yang akan membahagiakan hati seorang suami.

Dan jika engkau menginginkan lelaki baik yang akan menjadi suamimu.
Maka engkau juga harus menjadi wanita yang baik terlebih dahulu.

Karena ALLAH telah menjanjikan lelaki yang baik itu untuk wanita yang baik pula.Begitu juga sebaliknya…Aamiin ya Rabbal'alamin.

Ustadz Yusuf Mansur


Rabu, 06 Agustus 2014

Menikahi Wanita karena 4 HAL :

بِسْـــــــــمِ ﷲِالرَّحْمَنِ الرَّحِيم
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ : ( تُنْكَحُ اَلْمَرْأَةُ لِأَرْبَعٍ : لِمَالِهَا , وَلِحَسَبِهَا , وَلِجَمَالِهَا , وَلِدِينِهَا , فَاظْفَرْ بِذَاتِ اَلدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ مَعَ بَقِيَّةِ اَلسَّبْعَةِ
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Perempuan itu dinikahi karena empat hal, yaitu: harta, keturunan, kecantikan, dan agamanya. Dapatkanlah wanita yang taat beragama, engkau akan berbahagia." Muttafaq Alaihi dan Imam Lima.
Istinbath
Hadits tersebut menunjukkan bolehnya menikahi wanita karena orientasi apapun, baik itu yang bersifat duniawi maupun ukhrowi, karena redaksi hadits tersebut merupakan bentuk ikhbar (pemberitahuan) sebagaimana dikatakan oleh Imam Al-Qurtubhi1. Artinya, keempat faktor itulah yang menjadi motivasi utama dinikahinya wanita. Jadi, hadits tersebut berbicara realita. Akan tetapi di situ terdapat sebuah himbauan bagi para pria agar lebih mengutamakan faktor agamanya. Hadits di atas menjadi panduan bagi para pria dalam memilih calon pendamping hidupnya. Di mana seorang laki-laki tidak seharusnya menjatuhkan pilihannya dikarenakan faktor duniawi semata, melainkan perlu dipertimbangkan juga faktor komitmen agamanya. Bahkan itulah yang harus diprioritaskan sebagaimana ditegaskan dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, “Janganlah kalian menikahi wanita karena kecantikannya, karena boleh jadi kecantikannya akan mencelakakannya. Jangan pula karena hartanya, karena boleh jadi hartanya akan menjadikannya melampaui batas. Akan tetapi, nikahilah mereka karena agamanya. Sungguh, seorang budak wanita yang telinganya sobek (maksudnya buruk rupa) yang memiliki (komitmen) agama itu yang lebih utama”2
Hadits tersebut juga berisi anjuran agar mencari pasangan yang berasal dari keturunan yang baik. Namun jika faktor keturunan bertentangan dengan faktor agama, maka yang harus diutamakan adalah faktor agama. Begitu juga dengan faktor-faktor lainnya, jika bertentangan satu sama lain, maka yang harus didahulukan adalah faktor agamanya.

Selasa, 05 Agustus 2014

Perbanyaklah ber"ZIKIR"


بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

Perbanyaklah Zikir Membaca “Subhanallah Wa Bihamdihi Subhanallahil Adzim”

Dalam Islam, hampir seluruh amal dan ibadah ada batas-batasnya. Misalnya ibadah puasa, kita hanya diwajibkan untuk menjalankannya pada bulan Ramadhan saja. Demikian pula Ibadah haji, kita dibatasi waktu dan tempat untuk melakukannya, yaitu bulan Dzulhijjah di Arafah-Mina-Mekkah. Demikian pula Ibadah zakat, ada batasan mengenai jenis, jumlah dan waktunya. Kita dilarang menzakatkan semua harta kekayaan kita tanpa men-sisa-kan buat kebutuhan diri kita dan keluarga kita.

Menurut Imam Al Ghazali, hanya ada satu amalan yang tidak dibatasi; yaitu zikir.
Dalam Al-Quran Allah Swt berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا
“Wahai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dengan zikir yang sebanyak-banyaknya.”
(QS. Al-Ahzab: 41)

Dalam amalan-amalan lain selain zikir yang diutamakan adalah kualitasnya, bukan kuantitasnya. Yang penting adalah baik tidaknya amal bukan banyak tidaknya amal itu. Kata sifat untuk amal adalah ‘amalan shâlihâ bukan ‘amalan katsîrâ. Tapi khusus untuk zikir, Al-Quran memakai kata sifat dzikran katsîrâ bukan dzikran shâlihâ. Betapa pun jelek kualitas zikir kita, kita dianjurkan untuk berzikir sebanyak-banyaknya. Karena zikir harus kita lakukan sebanyak-banyaknya, maka tidak ada batasan waktu untuk berzikir.

Allah swt memuji orang yang selalu berzikir dalam setiap keadaan. Al-Quran menyebutkan:  Orang-orang yang berzikir kepada Allah sambil berdiri, duduk, atau berbaring
(QS. Ali Imran: 191)

Dalam ayat lain, Allah berfirman: Setelah selesai menunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah, dan berzikirlah kepada Allah sebanyak-banyaknya. Supaya kamu beruntung.  
(QS. Al-Jumu’ah: 10)
Bahkan ketika kita mencari anugerah Allah, bekerja mencari nafkah, kita tak boleh meninggalkan zikir.

Di antara kalimat-kalimat thayyibah (kalimat-kalimat yang baik dan akan mendapatkan pahala di sisi Allah SWT) yang dianjurkan untuk selalu dibaca dan dilantunkan dalam zikir kita adalah lafal :
سبحان الله وبحمده سبحان الله العظيم

Subhanallah Wa Bihamdihi Subhanallahil Adzim”, Artinya “Maha Suci Allah dengan segala puji
bagi-Nya, Maha Suci Allah yang Maha Agung.”

Zikir dengan menggunakan lafal “Subhanallah Wa Bihamdihi Subhanallahil Adzim” merupakan salah satu kalimat yang banyak dianjurkan di dalam hadits-hadits Nabi saw, antara lain sebagai berikut:
 
1) Rasulullah Saw bersabda : “Dua kalimat yang ringan diucapkan lidah, berat dalam timbangan, dan disukai oleh (Allah) Yang Maha Pengasih, yaitu kalimat subhanallah wabihamdihi, subhanallahil ‘Azhim (Mahasuci Allah dan segala puji bagi-Nya, Mahasuci Allah Yang Maha Agung).” 
(   HR Bukhari 7/168 dan Muslim 4/2072);

2) Rasulullah Saw bersabda : “Sesungguhnya sebaik-baik ucapan kepada Allah SWT adalah kalimat subhanallah wa bihamdihi.” 
    (HR Muslim dan Tirmidzi).

3) Diriwayatkan dari Abi Dzar. Rasulullah pernah ditanya, “Perkataan apa yang paling utama?” Beliau menjawab, “Yang dipilih oleh Allah bagi para malaikat dan hamba-hamba-Nya, yaitu subhanallah wabihamdihi (Mahasuci Allah dengan segala puji bagi-Nya).” 
    (HR Muslim).

4) Rasulullah Saw bersabda : “Barangsiapa mengucapkan subhanallah wabihamdihi seratus kali dalam sehari, ia akan diampuni segala dosanya sekalipun dosanya itu sebanyak buih di laut.” 
     HR Muslim dan Tirmidzi)

5) Ibnu Umar ra meriwayatkan bahwa suatu ketika Rasulullah saw berkata kepada para sahabatnya, “Ucapkanlah subhanallah wa bihamdihi sebanyak seratus kali. Barangsiapa mengucapkannya satu kali maka tertulis baginya sepuluh kebaikan, barangsiapa mengucapkannya sepuluh kali maka tertulis baginya seratus kebaikan, barangsiapa mengucapkannya seratus kali maka tertulis baginya seribu kebaikan, barangsiapa menambahnya maka Allah pun akan menambahnya, dan barangsiapa memohon ampun, niscaya Allah akan mengampuninya.”

6) Dalam kitab “Syarhul Washiyah” diterangkan sebuah hadits mengenai keutamaan dzikir subhanallah wa bihamdihi. Dikatakan bahwa kalimat subhanallah wa bihamdihi adalah kalimat yang sangat dicintai Allah swt dan merupakan kalimat yang paling utama dari kalimat-kalimat lainnya. Barangsiapa mengucapkannya maka akan tertulis baginya kebaikan yang banyak dan Allah akan menghapus dosa orang yang mengucapkannya walau dosa orang tersebut lebih banyak daripada buih yang ada di lautan.

7) Dalam musnad Imam Ahmad diceritakan bahwa ketika menjelang ajal Rasulullah saw, Beliau memanggil putrinya dan berkata, “Aku perintahkan engkau agar selalu mengucapkan subhanallah wa bihamdihi, karena kalimat tersebut merupakan doa seluruh makhluk dan dengan kalimat itulah semua makhluk mendapat limpahan rezeki.”

8) Abu Dzar berkata, “Aku bertanya kepada Rasulullah saw amal apakah yang paling dicintai Allah swt. Beliau menjawab, ‘Yang telah dipilih Allah untuk para Malaikat-Nya, yaitu subhanallah wa bihamdihi subhanallahil adzim.”

9) Diriwayatkan dalam “Shahih Bukhari” bahwa suatu ketika datang seorang lelaki mengeluhkan keadaannya kepada Rasulullah saw. Ia berkata, “Dunia ini telah berpaling dariku dan yang telah kuperoleh dari tanganku sangatlah sedikit.” Rasulullah saw bertanya kepadanya, “Apakah engkau tidak pernah membaca doanya para Malaikat dan tasbihnya seluruh makhluk yang dengan itu mereka mendapat limpahan rezeki?” Lelaki itu bertanya, “Doa apakah itu wahai Rasulullah?”

Rasulullah saw menjawab, “Subhanallah wa bihamdihi subhanallahil adzim, dan beristighfarlah kepada Allah sebanyak seratus kali diantara waktu terbitnya fajar hingga menjelang waktu shalatmu, dengan itu dunia akan tunduk dan merangkak mendatangimu, dan Allah menciptakan dari setiap kalimat tersebut Malaikat yang selalu bertasbih kepada Allah hingga hari kiamat dan untukmu pahalanya.”

10) Dalam hadit riwayat Imam Muslim, zikir dengan ucapan lafal “ Subhanallahi wa bihamdihi ‘adada khalqihi,wa ridhaka nafsihi, wa ziinata ‘Arsyihi, wa midada kalimatihi’(Maha Suci Allah dan segala puji bagiNya sebanyak bilangan makhlukNya, dan sebesar ridha diriNya, dan seberat ‘Arasy-Nya,dan sebanyak hitungan kalimatNya).’ 
    (Hadis riwayat Muslim)

Hadits-hadits di atas sudah cukup menunjukkan bobot yang dimiliki dalam kalimat “Subhanallah Wa Bihamdihi Subhanallahil Adzim” . Sebuah kalimat yang mudah untuk diucapkan maupun dihafal. Bahkan, bagi seorang muslim yang buta huruf juga sangat mudah untuk dipelajari. Tidak menutup kemungkinan bahwa Allah ingin mengajarkan kepada hamba-hamba-Nya yang ikhlas beribadah kepada-Nya untuk dapat melakukan ibadah walaupun dengan kalimat yang ringan dan mudah untuk diucapkan. Kalimat “Subhanallah Wa Bihamdihi Subhanallahil Adzim” merupakan kalimat yang penuh manfaat. Kandungan hikmah yang terdapat dalam lafal tersebut jika dibandingkan dengan apa pun tidak akan dapat tertandingi.

Semoga Allah Swt memudahkan kita dan anak2 keturunan kita untuk senantiasa berzikir dengan zikir yang sebanyak-banyaknya dan menjadikan kita semua sebagai Ahli Zikir, dan Semoga Allah Swt mengampuni dosa-dosa kita semua. Aamiin YRA

Allahumma shali ala sayyidina Muhammad wa ala ali sayyidina Muhammad.
Billahit taufiq wal hidayah
Wassalamualaikum wr.wb

( Imam Puji Hartono (IPH) )



 https://www.facebook.com/groups/bijaks/

Senin, 04 Agustus 2014

MENJAGA RAHASIA HUBUNGAN Suami - Istri

بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ   
وَعَنْ أَبِي سَعِيدٍ اَلْخُدْرِيِّ رضي الله عنه قَالَ : قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( إِنَّ شَرَّ اَلنَّاسِ مَنْزِلَةً عِنْدَ اَللَّهِ يَوْمَ اَلْقِيَامَةِ ; اَلرَّجُلُ يُفْضِي إِلَى اِمْرَأَتِهِ وَتُفْضِي إِلَيْهِ , ثُمَّ يَنْشُرُ سِرَّهَا )  أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ  
Dari Abu Sa'id al-Khudriy, dia berkata, Rasulullah Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam bersabda, 
"Sesungguhnya manusia yang paling jelek kedudukanna di Hari Kiamat, adalah seorang laki-laki (suami) yang bercampur (bersetubuh) dengan isterinya, kemudian membeberkan rahasia (isteri)-nya tersebut." (HR.Muslim)
Intisari Hadits
Ada beberap poin yang dapat ditarik dari hadits diatas, diantaranya:
  • Masing-masing dari kedua pasangan suami-isteri memiliki rahasia yang berkenaan dengan hubungan seksual. Rahasia ini biasanya berupa masalah 'pemanasan' yang terjadi antara keduanya ketika akan memulai hubungan seksual atau berkenaan dengan 'aib yang ada pada anggota-anggota badan yang terkait dengan hubungan seksual. Hal ini semua merupakan hal yang paling rahasia diantara keduanya dan keduanya tentu tidak akan menyukai seorangpun mengetahuinya.
  • Oleh karena itu, Nabi Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam memberikan label sebagai manusia yang paling jelek di sisi Allah dan paling rendah martabatnya terhadap salah seorang dari kedua pasangan suami-isteri yang mengkhianati amanah yang seharusnya dipegangnya. Yaitu tindakan membeberkan kepada orang-orang hubungan seksual yang terjadi antara keduanya atau membeberkan a'ib dari salah seorang diantara mereka.
  • Hadits diatas menunjukkan hukum HARAM terhadap tindakan membeberkan rahasia suami-isteri yang amat khusus, yaitu hubungan seksual yang terjadi diantara keduanya sebab orang yang membeberkannya adalah tipe manusia yang paling jelek di sisi Allah.
  • Islam menganggap hubungan seksual antara suami-isteri sebagai hal yang terhormat dan memiliki tempatnya tersendiri. Oleh karena itu, wajib menjaganya dan hendaknya salah seorang diantara keduanya tidak melampaui batas terhadap hal tersebut dengan membeberkan rahasia salah seorang diantara mereka karena masing-masing sudah saling membebankan amanah agar menjaganya.
  • Dari sisi yang lain, 'pemanasan' antara suami-isteri ketika akan melakukan hubungan badan merupakan sesuatu yang bebas dilakukan karena hal itu dapat membuat masing-masing saling merespon dan dapat membangkitkan gairah. Karena itu pula, di dalam hal ini dibolehkan berdusta. Namun bilamana salah seorang dari keduanya mengetahui bahwa rahasia-rahasia tersebut akan disebarluaskan dan mengapung di hadapan orang sehingga menjadi ajang ejekan atau kecaman, maka sebaiknya menahan hal itu dan merahasiakannya. Akibat dari hal seperti ini (tidak ada rasa saling percaya antara satu dengan yang lain karena takut dibocorkan rahasianya), jadilah hubungan seksual tersebut dingin dan kurang bergairah bahkan bisa berujung kepada kegagalan sebuah rumah tangga atau kegagalan di dalam menyelesaikan hubungan seksual tersebut.
  • Para ulama berkata, "Hanya sekedar menyinggung perihal jima' hukumnya makruh bila tidak ada keperluannya dan dibolehkan bila ada perlunya seperti si suami menyebutkan isterinya sudah berpaling darinya atau sang isteri mengklaim bahwa si suami tidak mampu melakukan hubungan seksual, dan semisalnya."
  • Di dalam hasil keputusan yang dikeluarkan oleh al-Mujamma' al-Fiqh al-Islamiy (Lembaga Pengkajian Fiqih Islam) yang diadakan di Bandar Sri Begawan, Brunei, pada muktamar ke-8, tanggal 1-7 Muharram 1414 H bertepatan dengan 21-27 Juni 1993, disebutkan beberapa poin, diantaranya:

    - Bahwa hukum asal dalam rumah tangga itu adalah larangan membeberkan rahasia tersebut dan pembeberannya dengan tanpa adanya keperluan yang dianggap shah, mengandung konsekuensi diberlakukannya sanksi secara syar'i.

    - Menjaga rahasia itu lebih ditegaskan terhadap pekerjaan/profesi yang justeru membeberkannya akan menyebabkannya cacat hukum, yaitu profesi kedokteran.

    - Ada beberapa kondisi yang dikecualikan di dalam menyimpan rahasia tersebut, yaitu bilamana menyimpan rahasia tersebut akan berakibat fatal dan berbahaya bagi orang yang bersangkutan melebihi bahaya bilamana hal itu dibeberkan. Atau terdapat mashlahat yang lebih kuat di dalam membeberkannya ketimbang bahaya menyimpannya. Dua kondisi ini adalah:

    Pertama, Kondisi wajib dibeberkan. Yaitu bertolak dari kaidah "Melakukan salah satu yang paling ringan dari dua bahaya sehingga dapat menghindarkan yang paling berat bahayanya dari keduanya"

    dan kaidah "Merealisasikan mashlahat umum yang konsekuensinya harus melakukan bahaya yang berskala khusus guna mencegah adanya bahaya yang berskala umum bila memang menjadi kemestian mencegahnya"

    Kondisi ini ada dua macam:
    a. Mencegah suatu kerusakan terhadap masyarakat
    b. Mencegah suatu kerusakan terhadap individu

    Kedua, Kondisi boleh dibeberkan, karena:
    a. Mengandung mashlahat bagi masyarakat
    b. Dapat mencegah kerusakan yang berskala umum

    Di dalam kondisi-kondisi tersebut, wajib berkomitmen dengan prinsip-prinsip syari'at dan prioritasnya dari sisi menjaga dien, jiwa, akal, harta dan keturunan.
    Pengecualian-pengecualian terkait dengan kondisi wajib atau boleh dibeberkan tersebut harus dibuat secara tertulis dan legal di dalam kode etik menjalankan profesi terkait, baik kedokteran ataupun lainnya secara jelas dan transparan serta rinci. Wallahu a'lam. 



(Sumber: Kitab Tawdlîh al-Ahkâm Min Bulûgh al-Marâm 
karya Syaikh 'Abdullah al-Bassam, Jld. IV, h.449-451)