Alkisah Penceraceramah memulai cerita dengan adanya seorang nenek yang selalu datang dari arah pasar ke masjid ketika adzan dzuhur berkumandang. Peristiwa ini terjadi di salah satu kabupaten di pulau Madura. Penceramah mengatakan bahwa cerita yang disampaikannya merupakan cerita nyata.
Sang penceramah melanjutkan
ceritanya. Ketika azhan dzuhur berkumumandang, seorang nenek terlihat
datang ke masjid. Ia langsung menuju tempat wudhu dan mengikiuti shalat
dzuhur berjamaah. Ketika usai shalat. Ia pun tetap duduk mengikuti
dzikir sampai selesai seperti jamaah yang lainnya.
Sepintas tidak
ada yang berbeda dengan jamaah yang lain. Yang membedannya, setelah
selesai wirid dan do’a, jamaah yang lain langsung meninggalkan masjid.
Sementara nenek yang itu tidak. Ia keluar masjid menuju halaman muka
masjid, biasanya halaman masjid kabupaten berhalaman luas. Sang nenek
mengeluarkan plastik kresek dari lilitan stagennya.
Si nenek itu
memunguti daun-daun kering yang berserakan di sekitar halaman masjid. Ia
pungut daun itu satu persatu dan dimasukkan ke kantung plastik yang
sudah disiapkannya. Sampai halaman itu bersih, tak ada daun yang
tersisa. Setelah itu kembali ke pasar.
Hari demi hari sang nenek
melakukannya. Awalnya tidak ada yang memperhatikan. Sampai kemudian ada
seorang jamaah yang memperhatikannya. Jamaah itu menengurnya ketika
melihat peluh mengucur di wajah dan badan si nenek. “Nek, sudah, biarkan saja nanti ada petugas masjid yang membersihkan”.
Hari
berikutnya, nenek tetap saja memunguti daun-daun kering yang ada
dihalaman masjid itu. Jamaah lainnya turut memberitahu si nenek
tersebut. Tetapi nenek itu tetap saja melakukannya, tidak mengindahkan
saran jamaah masjid itu.
Akhirnya cerita si nenek itu sampai juga
ke pengurus masjid. Pengurus masjid berusaha memberitahu si nenek itu
sebagaimana jamaah masjid. Tetapi si nenek tetap saja melakukan
aktifitasnya memungut daun kering di tengah terik matahari yang
menyengat.
Pengurus masjid tidak hilang akal. Mereka menceritakan
prilaku si nenek itu pada Kyai kharismatik yang disegani masyarakat di
wilayah itu. Pada satu kesempatan, Kyai itu mengudang si nenek untuk
ngobrol. Si nenek itu sagat hormat pada Kyai itu. Ia ternyata
mengenalnya.
Kyai didampiningi sejumlah pengurus masjid memulai pembicraannya “
Nek, jika nenek tidak keberatan dan ridlo saya ingin tahu mengapa nenek
memunguti daun-daun kering di halaman masjid setiap selesai shalat
dzuhur?” Kyai itu bertanya dengan hati-hati. Si nenek diam, akhirnya nenek buka suara. “Pak
Kyai, saya bersedia bercerita mengapa saya melakukan itu dengan dua
syarat” pak Kyai menjawab “baik nek, apa saja syaratnya?”. Si nenek melanjutkan
“pertama, saya hanya ingin bicara dengan Kyai seorang. Kedua, cerita
ini tidak boleh diceritakan pada orang lain kecuali setelah saya
meninggal, itu terserah pak Kyai”. Pak Kyai menyanggupi syarat yang disampaikan si nenek.
Si nenek pun mulai cerita mengapa selama ini ia memunguti daun kering di halaman masjid. “Pak Kyai, saya ini orang yang tidak mempunyai amal yang bisa dibanggakan untuk menghadap sang Kholik”. Si nenek melanjutkan “saya ini orang bodoh yang tidak bisa beramal dengan ilmu, terkadang saya iri melihat orang-orang pintar dengan sederet gelar dan mereka dapat beramal dengan ilmu yang dimilikinya. Saya juga bukan orang yang kaya raya yang dapat beramal dengan hartanya, menyantuni anak yatim, pakir miskin dan menyumbang pembangunan masjid. Saya juga bukan orang yang ahli ibadah yang beribah dengan khusu’ dan bangun malam untuk shalat tahajud. Saya malu pak Kyai, saya tidak punya amal yang bisa dibanggakan.
Di tengah
keputusasaan, saya mendengar seorang Kyai ceramah yang mengatakan bahwa
seorang yang menyebut dan mencintai nabi dengan ikhlas ia akan diingat
juga oleh nabi dan akan mendapat syafaatnya. Sejak mendengar itu saya
berusaha mengingat nabi dengan membaca shalawat.” Kyai kharismatik itu bertanya “lalu apa hubungannya dengan nenek memunguti daun kering di halaman masjid?”. Nenek menjawab “setiap daun yang saya pungut, saya membaca shalawat. Semoga daun-daun itu menjadi saksi di akhirat nanti”. Mendengar
jawaban si nenek, Kyai kharismatik itu hanya bisa terdiam tak kuasa
berkata apa-apa. Air matanya pun meleleh, haru. Ternyata nenek itu
mempunyai kecintaan yang sangat besar pada Nabi Muhammad SAW.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar