Jumat, 26 Juli 2013

" NUZULUL QUR'AN SEBAGAI PERINGATAN ATAU PELAJARAN "

Assalaamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh
Bismillahirrahmanirrahim

Pada bulan Ramadhan banyak umat Islam yang menggelar acara peringatan Nuzulul Qur'an. Untuk itu perlu kiranya kali ini menyoroti masalah Nuzulul Qur'an, hukum memperingatinya dan fungsi utama diturunkannya Al-Qur'an.

Syekh Shafiyur Rahman Al-Mubarakfuriy (penulis Sirah Nabawiyah) menyatakan bahwa para ahli sejarah banyak berbeda pendapat tentang kapan waktu pertama kali diturunkannya Al-Qur'an, pada bulan apa dan tanggal berapa, paling tidak ada tiga pendapat :

Pertama: Pendapat yang mengatakan bahwa Nuzulul Qur'an itu ada pada bulan Rabiul Awwal,

Kedua: Pendapat yang mengatakan bahwa Nuzulul Qur'an itu pada bulan Rajab,

Ketiga: Pendapat yang mengatakan bahwa Nuzulul Qur'an itu pada bulan Ramadhan.

Yang berpendapat pada bulan Rabiul Awwal pecah menjadi tiga, ada yang mengatakan awal Rabiul Awwal, ada yang mengatakan tanggal 8 Rabiul Awwal dan ada pula yang mengatakan tanggal 18 Rabiul Awwal (yang terakhir ini diriwayatkan dari Ibnu Umar radhiallaahu anhu).

Kemudian yang berpendapat pada bulan Rajab terpecah menjadi dua. Ada yang mengatakan tanggal 17 dan ada yang mengatakan tanggal 27 Rajab (hal ini diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallaahu anhu -lihat Mukhtashar Siratir Rasul, Syaikh Abdullah bin Muhammad bin Abdul Wahhab An-Najdy, hal. 75-).

Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani di dalam Fathul Bari berkata bahwa: Imam Al-Baihaqi telah mengisahkan bahwa masa wahyu mimpi adalah 6 (enam) bulan.

Maka berdasarkan kisah ini permulaan kenabian dimulai dengan mimpi shalihah (yang benar) yang terjadi pada bulan kelahirannya yaitu bulan Rabiul Awwal ketika usia beliau genap 40 tahun. Kemudian permulaan wahyu yaqzhah (dalam keadaan terjaga) dimulai pada bulan Ramadhan.

Sesungguhnya kita menguatkan pendapat yang mengatakan bahwa Nuzulul Qur'an ada pada bulan Ramadhan karena Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, artinya, "Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur'an" (Al-Baqarah: 185). Dan Allah berfirman, artinya, "Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur'an) pada malam kemuliaan" (Al-Qadr :1).

Seperti yang telah kita maklumi bahwa Lailatul Qadr itu ada pada bulan Ramadhan yaitu malam yang dimaksudkan dalam firman Allah yang artinya: "Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan" (Ad-Dukhaan: 3).

Dan karena menyepinya Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam di gua Hira' adalah pada bulan Ramadhan, dan kejadian turunnya Jibril as adalah di dalam gua Hira'.

Jadi Nuzulul Qur'an ada pada bulan Ramadhan, pada hari Senin, sebab semua ahli sejarah atau sebagian besar mereka sepakat bahwa diutusnya beliau menjadi Nabi adalah pada hari Senin. Hal ini sangat kuat karena Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam ketika ditanya tentang puasa Senin beliau menjawab: "Di dalamya aku dilahirkan dan di dalamnya diturunkan (wahyu) atasku" (HR. Muslim).

Dalam sebuah lafadz dikatakan "Itu adalah hari dimana aku dilahirkan dan hari dimana aku diutus atau diturunkan (wahyu) atasku"(HR. Muslim, Ahmad, Baihaqi dan Al-Hakim).

Akan tetapi pendapat ketiga inipun pecah menjadi lima, ada yang mengatakan tanggal 7 (hari Senin), ada yang mengatakan tanggal 14 (hari Senin), ada yang mengatakan tanggal 17 (hari Kamis), ada yang mengatakan tanggal 21 (hari Senin) dan ada yang mengatakan tanggal 24 (hari Kamis).

Pendapat "17 Ramadhan" diriwayatkan dari sahabat Al-Bara' bin Azib dan dipilih oleh Ibnu Ishaq, kemudian oleh Ustadz Muhammad Huzhari Bik.

Pendapat "21 Ramadhan" dipilih oleh Syekh Al-Mubarakfuriy, karena Lailatul Qadr ada pada malam ganjil, sedangkan hari Senin pada tahun itu adalah tanggal 7, 14, 21 dan 28.

Sedangkan pendapat "24 Ramadhan" diriwayatkan dari Aisyah, Jabir dan Watsilah bin Asqo' , dan dipilih oleh Ibnu Hajar Al-Haitamiy, ia mengatakan: "Ini sangat kuat dari segi riwayat".

Karena itu memperingati peristiwa turunnya Al-Qur'an pertama kali tidaklah penting, sebab di samping hal itu tidak dicontohkan oleh Rasulullah, para sahabatnya dan para tabi'in, Al-Qur'an diturunkan tidaklah untuk diperingati tetapi untuk memperingatkan kita.

Peristiwa Nuzulul Qur'an bukanlah diharapkan agar dijadikan sebagai hari raya oleh umat ini, yang dirayakan setiap tahun, karena Islam bukanlah agama perayaan sebagaimana halnya agama-agama lain."

Islam tidak memerlukan polesan, tidak perlu dibungkus dengan perayaan-perayaan yang membuat orang-orang tertarik kepadanya. Karena itu pesta hari raya tahunan di dalam Islam hanya ada dua yaitu Idul Fitri dan Idul Adha.

Jadi turunnya Al-Qur'an bukan untuk diperingati setiap tahunnya, melainkan untuk memperingatkan kita setiap saat.

Allah Subhanahu wa Ta'ala menegaskan, artinya: "Alif Lam Mim Shaad. Ini adalah sebuah kitab yang diturunkan kepadamu, maka janganlah ada kesempitan di dalam dadamu karenanya, supaya kamu memberi peringatan dengan kitab itu (kepada orang kafir) dan menjadi pelajaran bagi orang-orang yang beriman" (Al-A'raaf: 1-2).

Bukan Cara Salafus Shalih Memperingati peristiwa turunnya Al-Qur'an bukanlah cara orang-orang shaleh yang muttaqin. Akan tetapi jejak ulama-ulama Salaf adalah membaca Al-Qur'an, membaca dan membaca lagi. Allah Subhaanahu Wa Ta'ala berfirman, artinya: "Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi" (Faathir: 29).

Apalagi di bulan Ramadhan, bulan Al-Qur'an ini, Umar radhiallaahu anhu berkata: "Seandainya kita bersih, tentu akan merasa kenyang dari kalam Allah. Sesungguhnya aku amat tidak suka manakala datang sebuah hari sementara aku tidak membaca Al-Qur'an."

Karena itu beliau tidak meninggal dunia sehingga mushafnya sobek karena seringnya dibaca. Dan ketika menjadi imam pada shalat shubuh beliau sering membaca surat Yusuf yang terdiri dari 111 ayat tertulis dalam 13 halaman, yang berarti satu sepertiga juz.

Hal ini tidak mengherankan karena khalifah kedua Umar bin Khatthab radhiallaahu anhu ketika memimpin shalat shubuh juga selalu membaca surat-surat yang bilangan ayatnya lebih dari 100 ayat seperti surat Al Kahfi (11 halaman), surat Maryam (7 halaman) dan surat Thaha (10 halaman).

Begitulah generasi Qur'ani sangat mencintai Al-Qur'an. Mereka tidak pernah merayakan peristiwa Nuzulul Qur'an tetapi shalatnya membaca ratusan ayat, sementara kita sebaliknya.

Shalat Tarawih di jaman Salaf rata-rata membutuhkan waktu 5 jam, dan kadang-kadang semalam suntuk, yang berarti setiap satu rakaat tarawih (dari sebelas rakaat) membutuhkan waktu 40 menit. Bahkan para sahabat banyak yang shalat sambil bersandar dengan tongkat karena terlalu lamanya berdiri.

Mengkhususkan Membaca Al-Qur'an Para tabi'in dan tabi'ittabi'in, karena begitu memahami arti dari Ramadhan, bulan Al-Qur'an, dan begitu kuatnya dalam mencintai Al-Qur'an, maka bila bulan Ramadhan tiba mereka mengkhususkan diri untuk membaca Al-Qur'an seperti yang dilakukan oleh Imam Az-Zuhri dan Sufyan Ats-Tsauri. Sehingga dalam satu bulan khatam Al-Qur'an berpuluh puluh kali. Imam Qatadah umpamanya, di luar Ramadhan khatam setiap tujuh hari, di dalam Ramadhan khatam setiap tiga hari, dan di sepuluh hari terakhir khatam setiap hari. Sementara Imam Syafi'i di luar Ramadhan setiap hari khatam sekali, dan di dalam Ramadhan setiap hari khatam dua kali. Itu semua di luar shalat.

Begitulah ulama Ahlus Sunah tidak pernah merayakan Nuzulul Qur'an, namun setiap hari khatam Al-Qur'an, ada yang sekali dan ada yang dua kali. Sementara kita sebulan Ramadhan jika khatam sekali saja maka sudah puas dan gembira. Itupun bisa dihitung dengan jari.

Bahkan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah selama di dalam penjara, dari tanggal 7 Sya'ban 726 H sampai wafatnya 22 Dzulqa'dah 728 H, selama 2 tahun 4 bulan beliau telah mengkhatamkan Al-Qur'an bersama saudaranya Syeikh Zainuddin Ibnu Taimiyah sebanyak 80 kali khatam, yang berarti rata-rata setiap 10 hari khatam satu kali.

Semoga Allah merahmati kita bersama mereka dan semoga kita bisa meneladani Rasulullah, dan para sahabatnya, dan para ulama Salaf dalam mencintai Al-Qur'an dan di dalam tata cara ibadah lainnya. Amin.

Wallahu A'lam Bishawab
Alhamdulillahirabbil'alamin
Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
PENULIS : Abu Hamzah As-Sanuwi, Lc. M.Ag


Rabu, 24 Juli 2013

Ternyata Perbedaan itu Begitu Indah


Bangsa kita adalah bangsa yang terdiri atas berbagai suku dan bahasa yang berbeda beda ada suku padang, jawa, sunda, bugis, aceh, batak, tionghoa dan lain sebagainya, juga bangsa kita terdiri dari pulau-pulau yang terhampar dari sabang sampai merauke yang terdiri dari pulau besar dan kecil dengan berbagai macam kekayaan alam, tumbuhan dan hewan yang dimilikinya.
 
Sungguh perbedaan merupakan anugerah Allah yang luar biasa, maha besar Allah dan segala puji bagi-Nya.Demikianlah ketetapan Allah atas alam semesta ini, ada hitam ada putih, ada besar ada kecil, ada atas ada bawah, ada susah ada senang, ada kaya ada miskin dan sebagainya.

Marilah kita teliti keindahan dari perbedaan tersebut yang telah di anugerahkan Allah kepada kita :
• Allah menciptakan manusia terdiri dari laki2 dan wanita,”coba kita bayangkan bagaimana seandainya Allah hanya menciptakan laki2 saja atau perempuan saja, pastilah kesepian bukan?”
• Allah menciptakan rupa dan wajah yang berbeda-beda,”coba bayangkan seandainya Allah menciptakan laki2 dan wanita dengan wajah yang serupa.”
• Lihatlah jari jemari yang kita miliki, ada ibu jari, jari telunjuk, jari kelingking dan sebagainya, ”Coba kita bayangkan lagi apa jadinya jika jari kita jempol semua atau kelingkingnya dua mungkin akan tampak aneh bahkan menakutkan”. maka mulai terasa indahlah perbedaan itu.
Ada rahasia dibalik perbedaan
• Coba kita lihat kembali jari jemari kita yang terdiri dari ibu jari, kelingking telunjuk dan sebagainya, semua yang berbeda itu jika kita kepalkan menjadi sebuah kepalan maka ia akan menjadi sebuah kekuatan, maha besar Allah dan segala puji bagi_Nya.
• Lihat lagi rumah kita terdiri dari bagian2 yang berbeda beda, ada atap, dinding, pintu, jendela dan sebagainya bukankah menjadi indah dan memberi kenyamanan bila bersatu ketika panas untuk berlindung dan hujan tempat kita berteduh.
• Lihatlah bumbu2 masakan didapur, ada cabe, bawang merah, bawang putih, tomat, garam, gula dan sebagainya apabila disatukan dan diracik akan menghasilkan masakan yang begitu nikmatnya. Ternyata perbedaan itu begitu indah bukan? Maha besar Allah dan segala puji bagiNya.
Beberapa potensi dari perbedaan sebagi anugrah dari Allah swt :
• Potensi untuk menjadi kekuatan
• Potensi untuk menjadi keindahan
• Potensi untuk membangun
Bisakah perbedaan itu disatukan?
Bisakah potensi dari perbedaan itu dimanfaatkan untuk suatu yang bermanfaat bagi kebaikan bersama?
Firman Allah : “Aku ciptakan manusia dengan berbangsa-bangsa dan bernegara agar mereka saling mengenal”.
Rasulullah saw mengatakan dalam hadistnya “Iqtilafi ummati rohmatun” : Perbedaan diantara umatku adalah rahmat.

Negeri ini sudah dihadiahi begitu banyak anugerah kekayaan alam dan bermacam suku2 dan bahasa ini dengan perbedaan yang begitu indah marilah kita jaga keindahan ini dengan toleransi yang tinggi, saling menghargai, menghormati dan sama2 membangun masayarakat yang lebih baik, beriman, sejahtera bahagia dunia dan akhirat, amin..

Wallahu alam.
Semoga bermanfaat

Oleh : abizakii
Shared By Catatan Catatan Islami Pages

Senin, 22 Juli 2013

Mengapa Kita Membaca AlQuran Meskipun Tidak Mengerti Satupun Artinya?

Seorang muslim tua Amerika tinggal di sebuah perkebunan/area di sebelah timur Pegunungan Kentucky bersama cucu laki-lakinya. Setiap pagi Sang kakek bangun pagi dan duduk dekat perapian membaca Al-qur’an. Sang cucu ingin menjadi seperti kakeknya dan memcoba menirunya seperti yang disaksikannya setiap hari.
Suatu hari ia bertanya pada kakeknya : “ Kakek, aku coba membaca Al-Qur’an sepertimu tapi aku tak bisa memahaminya, dan walaupun ada sedikit yang aku pahami segera aku lupa begitu aku selesai membaca dan menutupnya. Jadi apa gunanya membaca Al-quran jika tak memahami artinya ?
Sang kakek dengan tenang sambil meletakkan batu-batu di perapian, memjawab pertanyaan sang cucu : “Cobalah ambil sebuah keranjang batu ini dan bawa ke sungai, dan bawakan aku kembali dengan sekeranjang air.”
Anak itu mengerjakan seperti yang diperintahkan kakeknya, tetapi semua air yang dibawa habis sebelum dia sampai di rumah. Kakeknya tertawa dan berkata, “Kamu harus berusaha lebih cepat lain kali “.
Kakek itu meminta cucunya untuk kembali ke sungai bersama keranjangnya untuk mencoba lagi. Kali ini anak itu berlari lebih cepat, tapi lagi-lagi keranjangnya kosong sebelum sampai di rumah.
Dengan terengah-engah dia mengatakan kepada kakeknya, tidak mungkin membawa sekeranjang air dan dia pergi untuk mencari sebuah ember untuk mengganti keranjangnya.
Kakeknya mengatakan : ”Aku tidak ingin seember air, aku ingin sekeranjang air. Kamu harus mencoba lagi lebih keras. ” dan dia pergi ke luar untuk menyaksikan cucunya mencoba lagi. Pada saat itu, anak itu tahu bahwa hal ini tidak mungkin, tapi dia ingin menunjukkan kepada kakeknya bahwa meskipun dia berlari secepat mungkin, air tetap akan habis sebelum sampai di rumah. Anak itu kembali mengambil / mencelupkan keranjangnya ke sungai dan kemudian berusaha berlari secepat mungkin, tapi ketika sampai di depan kakeknya, keranjang itu kosong lagi. Dengan terengah-engah, ia berkata : ”Kakek, ini tidak ada gunanya. Sia-sia saja”.
Sang kakek menjawab : ”Nak, mengapa kamu berpikir ini tak ada gunanya?. Coba lihat dan perhatikan baik-baik keranjang itu .”
Anak itu memperhatikan keranjangnya dan baru ia menyadari bahwa keranjangnya nampak sangat berbeda. Keranjang itu telah berubah dari sebuah keranjang batu yang kotor, dan sekarang menjadi sebuah keranjang yang bersih, luar dan dalam. ” Cucuku, apa yang terjadi ketika kamu membaca Qur’an ? Boleh jadi kamu tidak mengerti ataupun tak memahami sama sekali, tapi ketika kamu membacanya, tanpa kamu menyadari kamu akan berubah, luar dan dalam".

Minggu, 21 Juli 2013

Kisah Nenek Pengumpul Daun


Alkisah Penceraceramah  memulai cerita dengan adanya seorang nenek yang selalu datang dari arah pasar ke masjid ketika adzan dzuhur berkumandang. Peristiwa ini terjadi di salah satu kabupaten di pulau Madura. Penceramah mengatakan bahwa cerita yang disampaikannya merupakan cerita nyata.
Sang penceramah melanjutkan ceritanya. Ketika azhan dzuhur berkumumandang, seorang nenek terlihat datang ke masjid. Ia langsung menuju tempat wudhu dan mengikiuti shalat dzuhur berjamaah. Ketika usai shalat. Ia pun tetap duduk mengikuti dzikir sampai selesai seperti jamaah yang lainnya.
Sepintas tidak ada yang berbeda dengan jamaah yang lain. Yang membedannya, setelah selesai wirid dan do’a, jamaah yang lain langsung meninggalkan masjid. Sementara nenek yang itu tidak. Ia keluar masjid menuju halaman muka masjid, biasanya halaman masjid kabupaten berhalaman luas. Sang nenek mengeluarkan plastik kresek dari lilitan stagennya.
Si nenek itu memunguti daun-daun kering yang berserakan di sekitar halaman masjid. Ia pungut daun itu satu persatu dan dimasukkan ke kantung plastik yang sudah disiapkannya. Sampai halaman itu bersih, tak ada daun yang tersisa. Setelah itu kembali ke pasar.
Hari demi hari sang nenek melakukannya. Awalnya tidak ada yang memperhatikan. Sampai kemudian ada seorang jamaah yang memperhatikannya. Jamaah itu menengurnya ketika melihat peluh mengucur di wajah dan badan si nenek. “Nek, sudah, biarkan saja nanti ada petugas masjid yang membersihkan”.
Hari berikutnya, nenek tetap saja memunguti daun-daun kering yang ada dihalaman masjid itu. Jamaah lainnya turut memberitahu si nenek tersebut. Tetapi nenek itu tetap saja melakukannya, tidak mengindahkan saran jamaah masjid itu.
Akhirnya cerita si nenek itu sampai juga ke pengurus masjid. Pengurus masjid berusaha memberitahu si nenek itu sebagaimana jamaah masjid. Tetapi si nenek tetap saja melakukan aktifitasnya memungut daun kering di tengah terik matahari yang menyengat.
Pengurus masjid tidak hilang akal. Mereka menceritakan prilaku si nenek itu pada Kyai kharismatik yang disegani masyarakat di wilayah itu. Pada satu kesempatan, Kyai itu mengudang si nenek untuk ngobrol. Si nenek itu sagat hormat pada Kyai itu. Ia ternyata mengenalnya.
Kyai didampiningi sejumlah pengurus masjid memulai pembicraannya “ Nek, jika nenek tidak keberatan dan ridlo saya ingin tahu mengapa nenek memunguti daun-daun kering di halaman masjid setiap selesai shalat dzuhur?” Kyai itu bertanya dengan hati-hati. Si nenek diam, akhirnya nenek buka suara. “Pak Kyai, saya bersedia bercerita mengapa saya melakukan itu dengan dua syarat” pak Kyai menjawab “baik nek, apa saja syaratnya?”. Si nenek melanjutkan “pertama, saya hanya ingin bicara dengan Kyai seorang. Kedua, cerita ini tidak boleh diceritakan pada orang lain kecuali setelah saya meninggal, itu terserah pak Kyai”. Pak Kyai menyanggupi syarat yang disampaikan si nenek.
Si nenek pun mulai cerita mengapa selama ini ia memunguti daun kering di halaman masjid. “Pak Kyai, saya ini orang yang tidak mempunyai amal yang bisa dibanggakan untuk menghadap sang Kholik”. Si nenek melanjutkan “saya ini orang bodoh yang tidak bisa beramal dengan ilmu, terkadang saya iri melihat orang-orang pintar dengan sederet gelar dan mereka dapat beramal dengan ilmu yang dimilikinya. Saya juga bukan orang yang kaya raya yang dapat beramal dengan hartanya, menyantuni anak yatim, pakir miskin dan menyumbang pembangunan masjid. Saya juga bukan orang yang ahli ibadah yang beribah dengan khusu’ dan bangun malam untuk shalat tahajud. Saya malu pak Kyai, saya tidak punya amal yang bisa dibanggakan.
Di tengah keputusasaan, saya mendengar seorang Kyai ceramah yang mengatakan bahwa seorang yang menyebut dan mencintai nabi dengan ikhlas ia akan diingat juga oleh nabi dan akan mendapat syafaatnya. Sejak mendengar itu saya berusaha mengingat nabi dengan membaca shalawat.” Kyai kharismatik itu bertanya “lalu apa hubungannya dengan nenek memunguti daun kering di halaman masjid?”. Nenek menjawab “setiap daun yang saya pungut, saya membaca shalawat. Semoga daun-daun itu menjadi saksi di akhirat nanti”. Mendengar jawaban si nenek, Kyai kharismatik itu hanya bisa terdiam tak kuasa berkata apa-apa. Air matanya pun meleleh, haru. Ternyata nenek itu mempunyai kecintaan yang sangat besar pada Nabi Muhammad SAW.

Sabtu, 20 Juli 2013

" KEAJAIBAN RAMADHAN "




Assalaamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh
Bismillahirrahmanirrahim

Selama Ramadhan, Imam Syafi'i menghatamkanAl-Quran enam puluh kali, dua kali dalam semalam di dalam shalat. Inilah'rahasia  Keajaiban Ramadhan' [bagian pertama]
Selama Ramadhan, Allah memerintahkan seluruh penghuni surga berhias. RasulullahSaw. bersabda:"...Adapun yang keempat, sesungguhnya Allah 'Azza wa Jallamemerintahkan surga-Nya, Ia berfirman: "Bersiap-siaplah, dan hiasilah dirimuuntuk para hamba-Ku, sehingga mereka bisa segera beristirahat dari kelelahan(hidup di) dunia menuju negeri-Ku dan kemulyaan-Ku..." [HR. Baihaqi].
Itulah sisi menarik keajaiban bulan Ramadhan yang tak banyak orang tahu.Mengurai  Keajaiban bulan Ramadhan.

1. Ramadhan jalan menuju ketaqwaan
Allah berfirman: "Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian puasasebagaimana diwajibkan atas kaum sebelum kalian, agar kalian bertaqwa". (AlBaqarah: 183).Ayat di atas menerangkan bahwa puasa adalah sebab yang bisa mengantarkanpelakunya menuju ketaqwaan, karena puasa mampu meredam syahwat. Ini sesuaidengan salah satu penafsiran yang disebutkan Imam Al Qurthubi, yang berpatokankepada hadits riwayat Imam Ahmad yang menyebutkan bahwa puasa adalah perisai.

2. Ramadhan bulan mujahadahPara ulama' salaf adalah suri tauladan bagi umat, mujahadah mereka dalammengisi bulan Ramadhan amat perlu dicontoh. Seperti Imam Asyafi'i, dalam bulanRamadhan beliau menghatamkan Al-Quran dua kali dalam semalam, dan itidikerjakan di dalam shalat, sehingga dalam bulan Ramadhan beliau menghatamkanAl-Quran enam puluh kali dalam sebulan. Imam Abu Hanifah juga menghatamkanAl-Quran dua kali dalam sehari selama Ramadhan.

3. Puasa Ramadhan menumbuhkan sifat amanah
 Wahbah Zuhaili dalam bukunya Al Fiqh Al Islami berpendapat bahwa puasa mengajarkanrasa amanat dan muraqabah di hadapan Allah Ta'ala, baik dengan amalan yangnampak maupun yang tersembunyi. Maka tidak ada yang mengawasi seseorang yangberpuasa agar menghindari hal-hal yang dilarang dalam berpuasa kecuali AllahTa'ala

4. Puasa Ramadhan melatih kedisiplinan
Puasa juga melatih kedisplinan, Wahbah Zuhaili menjelaskan bahwa seorang yangberpuasa harus makan dan minum dalam waktu yang terbatas. Bahkan dalam berbukapuasapun harus disegerakan.

5. Puasa Ramadhan menumbuhkan rasa solidaritas sesama muslim
Wahbah Zuhali juga menjelaskan bahwa puasa Ramadhan menumbuhkan rasasolidaritas di antara sesama muslim. Pada bulan ini semua umat Islam, daritimur hingga barat diwajibkan untuk menjalankan puasa. Mereka berpuasa dan berbuka dalam waktu yang sama, dikarenakan mereka memiliki Rabb yang satu.Seorang yang merasa lapar dan dahaga akhirnya juga bisa ikut merasakankesengsaraan saudara-saudaranya yang kekurangan atau tertimpa bencana. Sehinggatumbuh perasaan kasih sayang terhadap umat Islam yang lain.

6. Puasa Ramadhan melatih kesabaran
Bulan Ramadhan adalah bulan puasa di mana pada siang hari kita diperintahkanmeninggalkan makanan yang asalnya halal, terlebih lagi yang haram. Begitu puladi saat ada seseorang mengganggu kita. Rasulullah Saw. bersabda: "Bila seseorang menghina atau mencacinya, hendaknya ia berkata 'Sesungguhnya akusedang puasa." (HR. Bukhari)

7. Puasa Ramadhan menyehatkan
 Rasulullah bersabda: "Berpuasalah, maka kamu akan sehat" (HR. Ibnu Sunni), adayang menyatakan bahwa hadits ini dhoif, akan tetapi ada pula yang menyatakanbahwa derajat hadits ini sampai dengan tingkat hasan (lihat, Fiqh Al Islami waAdilatuh, hal 1619).Tapi makna matan hadist bisa tetap diterima, karena puasa memang menyehatkan.Al Harits bin Kaldah, tabib Arab yang pernah mengabdi kepada Rasulullah Saw.juga pernah menyatakan:"Lambung adalah tempat tinggal penyakit dan sedikit makanan adalah obatnya".

8. Lailatul Qadar adalah hadiah dari Allah untuk umat.
 Ini Diriwayatkan oleh Imam Malik dalam Al Muwatha', dia telah mendengar dariseorang ahlul ilmi tsiqah yang telah mengatakan: "Sesungguhnya telah diperlihatkan usia-usia umat sebelumnya kepada Rasulullah Saw., atau apa yangtelah Allah kehendaki dari hal itu, dan sepertinya usia umat beliau tidak mampumenyamai amalan yang telah dicapai oleh umat-umat sebelumnya, maka Allahmemberi beliau Lailatul Qadar yang lebih baik daripada seribu bulan." (HR.Malik).

9. Ramadhan bulan ampunan Bulan.
Rasulullah Saw. bersabda: "Dan siapa yang berpuasa Ramadhan dengan didasarikeimanan dan pengharapan ridha Allah, diampunkan untuknya dosa yang telahlalu." (HR. Bukhari)

10. Siapa yang dilihat Allah, maka ia terbebas dari adzab-Nya
 Dari Jabir bin Abdullah ra. Rasulullah Saw. bersabda: "Pada bulan Ramadhanumatku dianugerahi lima perkara yang tidak diberikan kepada nabi-nabisebelumku. Yang pertama, sesungguhnya jika Allah melihat mereka di awal malamdari bulan Ramadhan, dan barang siapa yang telah dilihat Allah maka Ia tidakakan mengadzabnya selamanya..."
(HR. Baihaqi).

Wallahu A'lam Bishawab
Alhamdulillahirabbil'alamin
Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

sumber : swaramuslim.net





PENGEMIS ITU DULU SUAMIKU



Ada seorang laki-laki yang sendang makan bersama istrinya. Mereka berdua sedang menyantap ayam panggang. Tiba-tiba datang seorang pengemis, laki-laki tersebut keluar lalu menghardik dan mengusir pengemis itu. Selang beberapa lama laki-laki itu jatuh bangkrut, kekayaannya habis sehingga dirinya bercerai pula dengan istrinya.

Setelah wanita tersebut bercerai dari suaminya, ia menikah dengan seorang laki-laki lain, suatu hari ia sedang makan bersama suami barunya, makanan yang mereka santap adalah ayam panggang, pintu rumah mereka ada yang mengetuk dan ternyata seorang pengemis. Suami wanita itu berkata kepadanya, “Berikan ayam panggang ini kepada dia!”. Si wanita tersebut lalu keluar untuk memberikan ayam panggang, ternyata peminta-minta yang datang tersebut adalah mantan suaminya yang pertama, ia memberikan ayam panggang tersebut dan segera kembali ke dalam rumah sambil menangis. Lalu suaminya bertanya mengenai penyebab tangisannya, ia menceritakan bahwa peminta-minta yang tadi itu adalah bekas suaminya yang dulu, tidak lupa ia menceritakan bagaimana kisah suaminya yang dulu pernah mengusir seorang peminta-minta ketika yang sedang mereka lakukan. Suami wanita itu berkata, “Engkau jangan heran, demi Allah saya ini adalah peminta-minta yang dulu di usir olehnya!”.


Sumber : Kumpulan kisah dari buku-buku Al-Ghazali.