Senin, 10 Oktober 2011

" Riya'...Membinasakan Ibadat "

Assalaamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh
Bismillahirrahmanirrahim


Pada suatu waktu sahur, seorang abid membaca Al-Quran, surah "Thoha", di biliknya yang bersebelahan dengan jalan raya. Selesai membaca, dia merasa amat mengantuk, lalu tertidur.
Dalam tidurnya itu dia bermimpi melihat seorang lelaki turun dari langit membawa kitab Al-Quran.

Lelaki itu datang menemuinya dan segera membuka kitab suci itu di depannya. Dibukakannya surah "Thoha" dan dijabarkannya halaman demi halaman untuk dilihat si abid. Si abid melihat setiap kalimah surah itu dicatatkan sepuluh kebajikan sebagai pahala bacaannya kecuali satu kalimah saja yang catatannya dipadamkan.

Lalu katanya, "Demi Allah, sesungguhnya telahku baca seluruh surah ini tanpa meninggalkan satu kalimah pun". "Tetapi kenapakah catatan pahala untuk kalimah ini dipadamkan?" Lelaki itu berkata. "Benarlah seperti katamu itu. Engkau memang tidak meninggalkan kalimah itu dalam bacaanmu tadi. Malah, untuk kalimah itu telah kami catatkan pahalanya, tetapi tiba-tiba kami terdengar suara yang menyeru dari arah 'Arasy : “Padamkan catatan itu dan gugurkan pahala untuk kalimah itu”. Maka sebab itulah kami segera memadamkannya".

Si abid menangis dalam mimpinya itu dan berkata, "Kenapakah tindakan itu dilakukan?". "Penyebabnya engkau sendiri. Ketika membaca surah itu tadi, seorang hamba Allah melewati jalan di depan rumah mu. Engkau sadar hal itu, lalu engkau meninggikan suara bacaanmu supaya didengar oleh hamba Allah itu. Kalimah yang tiada catatan pahala itulah yang telah engkau baca dengan suara tinggi itu".
Si abid terjaga dari tidurnya. "Astaghfirullaahal-'Azhim! Sungguh licin virus riya' menyusup masuk ke dalam kalbu ku dan sungguh besar akibatnya. Dalam sekejap mata saja ibadahku dimusnahkannya.
Benarlah kata alim ulama', serangan penyakit riya' atau ujub, dapat membinasakan amal ibadat seseorang hamba Allah selama tujuh puluh tahun".
 Wallahu A'lam Bishawab
Alhamdulillahirabbil'alamin
Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh



Minggu, 02 Oktober 2011

" KEWAJIBAN BERSYUKUR "

Assalaamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh
Bismillahirrahmanirrahim

Banyak dari kita yang hafal Al-Qur`an, namun sedikit saja yang memahami maknanya. Pernahkah kita terpikir untuk menyelami makna ayat-ayat Al-Qur`an? Ada satu ayat di dalam surat Al-Fatihah yang sejatinya membuat kita merendahkan hati, mengingatkan kita bahwa berterimakasih dan bersyukur kepada Allah adalah sebuah kewajiban. Untuk berterimakasih kepada Allah, pertama-tama kita harus mengingat akan karunia yang telah kita dapatkan, dan kita pun harus menyadari bahaya yang timbul dikarenakan kita tidak bersyukur. Selanjutnya adalah bagaimana caranya untuk menunjukkan rasa syukur kita kepada-Nya.

Allah SWT menyediakan ruang dan kondisi agar manusia bisa melanjutkan hidup. Jarak bumi dari matahari memungkinkan ada dan berlangsungnya kehidupan di planet ini. Satu jarak dari matahari, yang jika lebih dekat akan membuat makhluk hidup di atasnya akan terpanggang kepanasan; dan jika lebih jauh, akan membeku kedinginan. Diciptakan-Nya lintasan bumi berbentuk elips dengar gravitasi yang tepat terukur, tidak bundar, agar ia tidak tersedot atau terpental dari matahari yang juga berputar. Bulan dijadikan-Nya sebagai satelit bumi untuk melindunginya dari serangan komet dan sejenisnya dan menjadikan kecepatan gerak putar bumi tetap stabil. Diberikan-Nya bumi, gaya gravitasi yang tepat, agar ketika berjalan kita tidak melayang atau tersedot

Betapa besar karunia dan kasih sayang Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada hamba-hamba-Nya. dlm realita kehidupan kita menemukan keadaan yg memprihatinkan. Yaitu mayoritas manusia dlm keingkaran dan kekufuran kepada Pemberi Nikmat. Puncak adl menyamakan pemberi ni’mat dgn makhluk yg keadaan makhluk itu sendiri sangat butuh kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala

Ketahuilah bahwa keni’matan yg berlimpah ruah bukanlah tujuan diciptakan manusia dan bukan pula sebagai wujud cinta Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada manusia tersebut. Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan manusia utk sebuah kemuliaan bagi dan menjadikan segala ni’mat itu sebagai perantara utk menyampaikan kepada kemuliaan tersebut. Tujuan itu adl utk beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala saja sebagaimana hal ini disebutkan dlm firman-Nya:
“Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka menyembah kepada-Ku.”

Berikut kisah menarik tentang pandangan bersyukur yang pernah terjadi pada Bani Israil.

Umat Nabi Musa a.s. disebut dengan Bani Israil. Kaum ini keturunan dari Nabi Ishaq a.s yang merupakan anak dari Nabi Ibrahim a.s dari pihak ibu yaitu siti Sarah, sedangkan dari Nabi Ismail a.s yang beribukan Siti Hajar maka kelak akan melahirkan keturunan bangsa Arab. Nabi Musa a.s memiliki ummat yang jumlahnya sangat banyak dan umur mereka panjang-panjang. Mereka ada yang kaya dan juga ada yang miskin. 

Suatu hari ada seorang yang miskin datang menghadap Nabi Musa a.s.. Ia begitu miskinnya pakaiannya compang-camping dan sangat lusuh berdebu. Si miskin itu kemudian berkata kepada Baginda Musa a.s., “Ya Nabiullah, Kalamullah, tolong sampaikan kepada Allah s.w.t. permohonanku ini agar Allah s.w.t. menjadikan aku orang yang kaya.” 
Nabi Musa a.s. tersenyum dan berkata kepada orang itu, 
Si miskin itu agak terkejut dan kesal, lalu ia berkata, “Bagaimana aku mau banyak bersyukur, aku makan pun jarang, dan pakaian yang aku gunakan pun hanya satu lembar ini saja”!. 
Akhirnya si miskin itu pulang tanpa mendapatkan apa yang diinginkannya. 

Beberapa waktu kemudian seorang kaya datang menghadap Nabi Musa a.s.. Orang tersebut bersih badannya juga rapi pakaiannya. Ia berkata kepada Nabi Musa a.s., “Wahai Nabiullah, tolong sampaikan kepada Allah s.w.t. permohonanku ini agar dijadikannya aku ini seorang yang miskin, terkadang aku merasa terganggu dengan hartaku itu.” 
Nabi Musa a.s.pun tersenyum, lalu ia berkata, “Wahai saudaraku, janganlah kamu bersyukur kepada Allah s.w.t.”. 
 “Ya Nabiullah, bagaimana aku tidak bersyukur kepada Allah s.w.t.?. Allah s.w.t. telah memberiku mata yang dengannya aku dapat melihat. telinga yang dengannya aku dapat mendengar. Allah s.w.t. telah memberiku tangan yang dengannya aku dapat bekerja dan telah memberiku kaki yang dengannya aku dapat berjalan, bagaimana mungkin aku tidak mensyukurinya”, jawab si kaya itu. 

Akhirnya si kaya itu pun pulang ke rumahnya. Kemudian terjadi adalah si kaya itu semakin Allah s.w.t. tambah kekayaannya kerana ia selalu bersyukur. Dan si miskin menjadi bertambah miskin. Allah s.w.t. mengambil semua kenikmatan-Nya sehingga si miskin itu tidak memiliki selembar pakaianpun yang melekat di tubuhnya. Ini semua kerana ia tidak mau bersyukur kepada Allah s.w.t.


Wallahu A'lam Bishawab
Alhamdulillahirabbil'alamin
Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

 
 https://www.facebook.com/groups/bijaks/

Kisah Penuh Hikmah dari Luqman Hakim

Dalam sebuah riwayat diceritakan bahwa pada suatu hari Luqman Hakim telah masuk ke dalam pasar dengan menaiki seekor himar, dan anaknya mengikut dari belakang. 
Melihat tingkah laku Luqman itu, setengah orang-orang pun berkata, ‘Lihat orang tua itu yang tidak punya rasa kasihan karena anaknya dibiarkan berjalan kaki.”

Setelah mendengarkan desas-desus dari orang-orang maka Luqman pun turun dari himarnya itu lalu diletakkan anaknya di atas himar itu. Melihat yang demikian, maka orang di passar itu berkata pula, “Lihat orang tuanya berjalan kaki sedangkan anaknya enak saja menaiki himar itu, sungguh kurang adab anak itu.”

Mendengar kata-kata orang di pasar itu, Luqman pun terus naik ke atas belakang himar itu bersama-sama dengan anaknya. Kemudian orang ramai kini berkata lagi, “Lihatlah itu dua orang menaiki seekor himar, sungguh sangat menyiksa himar itu.”

Kerana tidak suka mendengar percakapan orang-orang di pasar itu, maka Luqman dan anaknya turun dari himar itu, kemudian terdengar lagi suara orang berkata, “Dua orang kok berjalan kaki, sedangkan himar itu tidak dikenderai, betapa bodohnya mereka”

Dalam perjalanan pulang ke rumah, Luqman Hakim telah menasihatai anaknya tentang sikap manusia dan ocehan mereka, katanya, 
“Sesungguhnya tidak akan terlepas seseorang itu dari pergunjingan manusia. Dan hanya orang yang berakal yang akan mengambil pertimbangan hanya kepada Allah S.W.T saja. Barang siapa mengenal kebenaran, itulah yang menjadi pertimbangannya dalam setiap urusan hidupnya.”

Kemudian Luqman Hakim berpesan kepada anaknya, katanya, 
“Wahai anakku, tuntutlah rezeki yang halal supaya kamu tidak menjadi fakir. Sesungguhnya tiadalah orang fakir itu melainkan tertimpa kepadanya tiga perkara, yaitu 
  1. tipis keyakinannya (iman) tentang agamanya, 
  2. lemah akalnya (mudah tertipu dan diperdayai orang) 
  3. dan hilang kemuliaan hatinya (keperibadiannya), 
dan lebih celaka lagi daripada tiga perkara itu ialah orang-orang yang suka merendah-rendahkan dan meringan-ringankannya.”